Langsung ke konten utama

Fedakar 2. I'm in thoughts.

Sabtu.


pict source : desires-andso-much-more.tumblr.com


Kopi kuhabiskan. Detik ini, seharusnya aku sudah mulai mengerjakan laporan untuk hari senin, namun jariku gelisah ingin menuliskan sesuatu hingga niat itu kuurungkan.

Baru saja, sejam yang lalu, seseorang menangis di sampingku.

Seseorang yang selama ini kukenal sebagai orang yang keras kepala, orang yang tak segan menjawab kata-kataku.

Bahwa selama ini ia terbebani. Ia merasa tidak didengar, tidak dipedulikan, tidak diperhatikan.

Mengapa bisa sekebetulan ini?

Dia bercerita padaku, bahwa selama ini ia ingin orang lain juga mengerti keadaannya, bahwa tiap malam ia seorang diri yang harus memastikan segala sesuatu disaat orang-orang tertidur lelap di atas kasurnya.

Mengapa mataku tertutup?

Dia bersabar. Bahkan dengan latar belakangnya sebagai orang dari suku yang terkenal berwatak keras, dia telah bersabar. Dia bisa mengeluh tapi ia memilih untuk tidak melakukannya. Hal yang tak terbesit padaku. Yang kulihat hanya dirinya yang keras kepala, yang selalu punya pendirian kuat, yang jujur saja pernah membuat hatiku kecewa akan wataknya kepadaku. Namun yang kulihat hanyalah kekecewaanku dan kekecewaanku. Tanpa aku pernah melihat dari sisinya.

Mengapa kadang kita hanya memperhatikan apa yang ada pada sisi kita?

Aku mendengarnya bercerita, dan itu cerita yang tidak asing buatku. Orang yang sebelumnya mengatakan hal yang serupa. Bercerita padaku bahwa setiap pagi orang tersebut harus memastikan segalanya, tanpa orang-orang menghargai usahanya, tanpa peduli bahwa ia lelah melakukannya. Keduanya sama-sama mengambil kewajiban di waktu yang berbeda, sama-sama terfokus hanya pada kewajibannya masing-masing. Merasa lebih lelah dari yang lain. Merasa bahwa yang lain tak memiliki perasaan lelah dan putus asa yang ia miliki.

Oh Allah
Mengapa hal-hal sederhana bisa terangkai dengan indahnya dalam suatu untaian yang sempurna?

Tersendat-sendat aku berkata padanya. Dalam hati. aku mensyukuri keputusanku untuk hadir di pertemuan tadi siang, meski aku tidak ada keperluan untuk datang, sesuatu seakan membimbingku mendatangi pertemuan itu.

Allah, apa engkau sedang mencoba memberi kami suatu pesan?

Dan aku berkata padanya... kata-kata yang sama yang diberikan kepadaku oleh Allah lewat perantara seorang sahabat tadi siang. Aku yakin Allah juga ingin mengatakan hal yang sama untuk gadis yang sedang menangis di sampingku ini lewat perantara lisanku.

“Sahabat, akan selalu ada ujian saat kita berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Akan ada perasaan tak ada yang memperdulikanmu, membantumu, atau memperhatikanmu. Semua seolah kau lakukan seorang diri. Namun dengarlah, saat tidak ada manusia yang memperhatikanmu, Allah memperhatikanmu. Melihatmu. Menjagamu. Memperhatikan apakah hambanya mampu melewati ujian kecil dariNya.. Tersenyum melihat pengorbananmu. Berbesar hati lah. Berbesar hati lah, sahabat. Niatkan semuanya untuk sedekah dan ibadah hanya kepada Allah. Maka, tidak ada yang perlu kau khawatirkan di dunia ini.”

Jalak, 18 Maret 2017.

Komentar