Di
suatu daerah yang jauh dari hiruk pikuk kendaraan, di tempat yang kicauan
burung masih terdengar dan udara yang selalu terasa layaknya usai dibilas
hujan, tersebutlah seorang guru yang amat bijaksana. Guru itu sangatlah pandai
dan sabar. Setiap sore hari, beliau mengadakan mentoring sehingga
murid-muridnya akan berkumpul mengelilinginya untuk menanyakan apa saja yang
tidak mereka mengerti kepada beliau.
“Pak
Guru, apakah benar Tuhan itu ada?” ujar salah seorang muridnya.
“Ya,
tentu saja!” jawab beliau.
“Tapi
Pak Guru, bagaimana kita bisa percaya sesuatu yang tidak bisa kita lihat??”
“Ibaratnya
begini anakku, misalnya kamu terjatuh dan terluka. Lalu lukamu mengeluarkan
darah. Kamu mengatakan kalau kamu sakit. Tapi bagaimana kami bisa
mempercayaimu? Bolehkah kita memutuskan kalau rasa sakitmu itu tidak ada karena
kami tidak bisa melihatnya? Tentu tidak. Jika kita menggunakan logika kita,
kita akan melihat tanda dari rasa sakitmu, misalnya, darah yang keluar dari
lukamu. Sama seperti Tuhan, bukankah tanda-tandaNya jelas tersebar di
sekeliling kita?”
“Ya, tapi mengapa kita harus
tidak bisa melihatNya? Saya ingin bisa melihat Tuhan, Pak Guru”
“Anakku, kalau kalian ujian,
apakah kalian boleh melihat kunci jawaban dari soal ujian kalian? Memberi tahu kunci jawaban ke semua peserta
saat ujian pasti akan tidak adil untuk peserta yang benar-benar berusaha
belajar dan mana yang tidak. Kita tak akan bisa membedakannya, bukan? Sama
dengan hal tersebut, kita di dunia ini sedang menjalani ujian. Jika orang-orang
dapat melihat Tuhan, dapat kau bayangkan kan? Orang-orang akan langsung
percaya, bukan? Tidak ada ujian yang membedakan kita. Hidup ini tak akan ada
artinya. Buruk dan baik akan sulit dibedakan.”
“Pak Guru, bagaimana kau bisa membuktikan
bahwa seluruh semesta ini ada pencipta-Nya” tanya salah seorang muridnya yang
lain.
“Kau
tahu bapak memiliki jawaban tapi Bapak perlu mengambilnya dulu di rumah Bapak
di seberang sungai ini. Maukah kau menunggu sebentar?”
“
Ya, tentu saja Pak Guru!”
Beberapa
lama kemudian, Pak Guru kembali. Anak-anak yang penasaran itu mengerumuni Pak Guru.
“Bapak,
kenapa lama sekali? Kami sudah penasaran sekali”
“Maafkan
Bapak, anakku. Tadi Bapak hendak melewati jembatan, namun tiba-tiba seluruh
jembatan rubuh. Untung saja entah dari mana muncul kayu-kayu yang kemudian
berjajar dan dari langit turun paku-paku yang memelintir sendiri menyatukan
kayu-kayu dan membentuk jembatan baru sehingga Bapak bisa menyebrang” jawab Pak
Guru.
Anak-anak terdiam.
“Bapak,
bapak bohong ya. Ceritanya tidak masuk akal sama sekali! Mana mungkin ada
jembatan terbentuk sendiri.”
“Kau
baru saja menjawabnya anakku. Kau mengklaim bahwa hal seperti jembatan pasti
ada penciptanya. Lalu manakah yang lebih rumit, jembatan ataukah alam semesta
ini? Sementara kau tahu bahwa alam semesta ini bergerak begitu harmonisnya.
Siapakah arsitek paling pandai yang bisa merancangnya? Tentulah alam semesta
tidak tercipta sendiri seperti halnya jembatan tadi. Hanyalah Tuhan Yang Maha
Pencipta dan Maha Pandai yang mampu menciptakan yaitu Allah Swt, Tuhan semesta
alam.
“Jika
Tuhan menciptakan segalanya, lalu siapa yang menciptakan Tuhan?”
“Anak-anakku,
kita dapat menjawab pertanyaan ini dengan analogi berikut. Mari kita bayangkan
sebuah kereta yang memiliki 8 gerbong. Jika kita bertanya, siapa yang menarik
gerbong paling akhir? Tentu jawabannya adalah gerbong di depan gerbong terakhir
yang menariknya. Lantas, sekarang kita bertanya, siapa yang menarik gerbong
lokomotif? Tentu jawabannya tak akan lagi sama, sebab lokomotif memiliki
kemampuan sendiri untuk menarik dirinya. Sama seperti Tuhan yang Maha Kuasa dan
tidak perlu bantuan yang lain untuk menciptakan DzatNya.” jelas Pak Guru.
“Oh
saya mengerti sekarang Pak Guru. Sama seperti di tentara, para prajurit
mendapatkan perintah dari atasannya, lalu atasannya mendapat perintah lagi dari
atasannya sampai kepada Presiden! Presiden tidak akan menjadi Presiden kalau ia
mendapat perintah dari orang lain. Ya kan, Pak?”
“Benar,
anak-anakku. Sekarang matahari sudah hampir terbenam. Pulanglah, tanam dan sampaikanlah
ilmu yang Allah berikan melalui Bapak dalam diri kalian. Sesungguhnya amal yang
pahalanya tiada terputus adalah ilmu yang bermanfaat.” jawab Pak Guru.
Chusna Amalia
Inspired by a book, Reflections
Komentar