Jakarta, 2022 Aku meletakkan cangkir tehku di atas meja kayu. Merasakan semua perasaan yang muncul dalam diriku. Hujan berderai mengenai daun-daun di luar sana. Aku memandang jendela yang menampakkan siluet langit kelabu. Aku tau semenjak aku memutus komunikasiku, kedamaian datang padaku. Namun aku sadar masih belum plong. Tapi aku tidak bisa mendefinisikannya dengan kata-kata. Angin. Dia seperti angin. Menyejukkan namun bisa menggelisahkan seperti badai hari ini. Angin. Sifatnya yang berubah-ubah, sesuka hatinya. Membuatku gelisah tak tenang. Karena aku tak bisa percaya pada angin. I woke up one day and realize that it would never work because I was never sure of this person, as he never sure of me. Aku bercengkrama. "Kenapa kamu marah, Chusna?" Aku ragu. "Jangan dipikir. Hatimu udah tau jawabannya. Katakan aja apa yang ada dihatimu" "Aku marah karena merasa ditipu. Kata-katanya yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan setelahnya. Apa yang kulihat dulu t