Langsung ke konten utama

Janji yang tidak pernah diingkari

Rewritten 6 September 2017



Hidup tak akan habis akan cerita. Jika kau renungkan untaian kejadian di kehidupanmu, mungkinkah ada hal bermakna yang tidak kau lihat sebelumnya?


KP.
Hari yang keberapa aku disini? Di tanah orang, jauh dari udara Bandung yang sejuk dan suasana Jogja yang hangat.
KP.
Tempat ini mungkin bukan pilihan pertamaku namun pasti akan ada yang kudapatkan dari tempat ini.
Karena Dia telah memilihkan nya.

Hari itu aku berdoa agar menjadi hari yang baik dan lancar untuk penelitianku.
Sore itu, tak kusangka hari itu menjadi hari yang tak terlupakan bagiku.

Aku sedang membersihkan suatu alat laboratorium dengan tisu. Alat yang kecil dan rapuh. Tingginya tidak lebih dari dua senti, diameternya satu senti, tidak berwarna, tidak menarik, sekilas tak berharga, namun membuatmu menganga saat tahu harganya.
Ya, apa? Kau tahu alat apa itu?
Alat itu tergores, sedikit retak di bagian depannya. Aku menyentuhkan tisu untuk mngeringkan bagian dalamnya. Tanganku dengan perlahan membersihkan tetes-tetes air di pinggiran kaca..namun..
KRAK!

Kaca di alatnya PATAH.........................

Sekilas aku kayak biasa aja. Play cool. Tapi nggak, bukan saatnya play cool, aku tahu betul harga alat yang kupatahin itu.
Satu juta enam ratus ribu rupiah.
Seharga HP xiaomi berfitur lumayan lengkap
Seharga dua buah hardisk yang aku ingin beli
Seharga bakso 160 mangkok........
(oke^alay)
Terus gimana? Yaudah aku so sad. Aku langsung menemui dosen pembimbingku buat minta maaf dan bilang mau gantiin beli alatnya. Kalau bisa, aku ganti segera, kasian kalau yang lain mau pakai alat tapi alatnya ga ada.
Sederhana ya? Padahal itu sebenarnya hati udah dagdigdugderrr galau mau nangis depan pembimbing atau di depan tembok.

Tenang. Allah maha segalanya.

Kata Ibu pembimbing, nanti mau dirundingin dulu. Soalnya sebelumnya alatnya juga udah retak dan mau digantiin sama yang ngretakin pertama. Cuma belum sempat. Alatnya pas retak masih sering dipakai karena emang masih bisa, nah sekarang udah gabisa karena aku tambahin retakan dikacanya sampai kacanya patah. Begitu ceritanya pemirsa.

Jadi, menunggu keputusan aku berjalan ke mushola. Mau sholat ashar. Aku ga lanjutin penelitian sore itu karena alatnya ga ada.

Aku ga berani bilang ke orang tua. Itu nominal yang cukup besar. Aku harus bisa bayar pakai uang sendiri. Tapi, aku bingung dan sedih. Aku masih merasa seperti bermimpi. Nominalnya yang besar dan rasa luar biasa ga enak sama dosbing datang padaku. Aku berunding dengan teman-temanku. Ada yang menyarankan beli di toko yang alatnya lebih murah. Ada yang ngasih saran lebih baik patungan berdua sama yang mecahin sebelumnya. Ada yang nawarin diri ikut patungan. Ada yang bilang kalau mau ganti harus merk sama yang katanya harganya 2 juta. Hmm... Aku menoleh ke hpku yang berisi jarkoman tentang Palestina. Jarkoman itu seolah bicara kepadaku.
Coba lihat? Pada akhirnya kamu akan tetap mengeluarkan uang. Namun dengan keteledoranmu, kamu akhirnya akan menghabiskan uang di jalan yang tidak bermakna (karena biaya mengganti alat karena keteledoran sendiri menurutku adalah hal yang sia sia). Padahal uang itu bisa lebih bermanfaat di tempat lain jika disedekahkan. Coba lihat? Masihkah kamu ragu berbuat baik, masihkah kamu enggan berbuat baik?

Aku menelungkupkan wajah dalam tanganku.

###

Dan keesokan harinya, teman satu lab ku, Kak A datang menghampiri aku yang sedang siap-siap autoklaf sambil menyeletuk "Chus tadi di lab B aku denger Bu X ngomong sama Bu Y, katanya kuvetnya gausah diganti sama kamu"
Aku : (mencelos)
" Iya kak..? Serius, begitu?" tapi aku masih ga berani berharap ketinggian, nanti kalau jatuh sakit.
Aku tidak berkomentar banyak. Aku optimis tapi tidak terlalu berharap. Hingga dosen pembimbingku masuk ruangan dan menghampiri.
"Chusna, alat barunya sudah datang ya, sudah bisa lanjut kerja"
"Baik bu..Oh, saya harus ganti berapa ya bu untuk biaya alatnya?"
".......Hmm,, gausah, gapapa lagian bukan kamu yang pertama ngerusakin. Dan anggaran penelitiannya masih cukup banyak"
Aku : ((pengen sujud syukur saat itu juga)) tapi di depanku masih ada mesin autoklaff,
"Benar tidak apa-apa bu..? Terimakasih...!!"

###

Ternyata, nikmat Allah itu nyata.

Nyata, sesuai janji-Nya.

Untuk hambaNya yang memohon dan percaya.

Sangat nyata.

Beaucoup.

Kalian tahu apa yang aku ucapkan berulang-ulang kali setelah aku sholat ashar di sore itu?




"Ya Allah Maha Pemurah, Allah Maha Penyayang,..


..Allah Maha Pemurah, Allah Maha Penyayang."


Katanya, rezeki kita sudah tertulis. Dalam setahun kita akan keluar berapa, dan akan dapat berapa. Mau keluarnya kita sendiri yang keluarin dalam bentuk sedekah..atau Allah yang keluarin dalam bentuk musibah, nilai uang yang akan kita keluarin tetap sama. Tinggal mana yang akan kita pilih?



Chusna Amalia.

Komentar