Sore itu adalah hari yang kelabu. Terkantuk-kantuk orang-orang bekerja di lab itu. Orang orang keluar ruangan merekatkan jaket ungu krem ke tubuh, namun dingin masih menyelimuti sela sela kulit. Sore itu seperti malam dan angin sedang tak ingin bersantai. Dia menderu, membawa titik titik hasil kondensasi air laut menciprat basah tubuh kami.
Aku berjalan, waktu itu aku lapar sehingga tempat pertama yang kutuju adalah warung warung di sepanjang jalan Ganesha. Kukenakan hoodie dari jaketku hingga melindungi kepalaku dari titik titik air. Aku duduk di tenda itu dikelilingi orang orang yang makan bersama teman teman mereka. Lampu tenda menyala terang penuh kehangatan. Bunyi kendaraan yang sesekali melintas dan menciprat genangan air terdengar menentramkan di telinga. Setelah memesan cumi saos tiram dan teh manis hangat, aku duduk tenang menikmati sore itu. Aku asyik mengamati sekelilingku. Tak lama kemudian, pesananku pun datang. Seorang pengamen kemudian datang tepat saat aku tengah menikmati pesananku. Awalnya, aku tak terlalu memperhatikan dan lebih memilih untuk fokus memanjakan perutku, namun syair lagunya menggelitik hatiku, untuk ikut mendengarkan..
Katanya, hidup adalah perjuangan.
Katanya, ini adalah jalan kenangan.
Ganesha,
Syair itu bak menyemangati perjalanan yang akan ku lewati di sisa waktuku di kampus ini. Aku tak ingin terlalu banyak keluh kesah. Semua beban yang kami jalani sekarang, mustinya jadi penggempur hati dan badan. Sepuluh atau dua puluh tahun nanti, ketika kami kembali melewati jalan kenangan ini yang akan teringat hanyalah segala pikiran indah dan senyum penuh kebanggaan. Menyerah adalah kalah, dan berjuang berarti menang. Cerita yang tengah aku rangkai disini bersama ribuan orang lainnya. Kenangan yang akan dibuat oleh ribuan orang disini.
...Ganesha.
Hffh. Aku menarik nafas panjang. Syair itu melelehkan bekunya hatiku sore itu, juga sebagai pengingat akan rindu yang aku simpan.
Aku berjalan, waktu itu aku lapar sehingga tempat pertama yang kutuju adalah warung warung di sepanjang jalan Ganesha. Kukenakan hoodie dari jaketku hingga melindungi kepalaku dari titik titik air. Aku duduk di tenda itu dikelilingi orang orang yang makan bersama teman teman mereka. Lampu tenda menyala terang penuh kehangatan. Bunyi kendaraan yang sesekali melintas dan menciprat genangan air terdengar menentramkan di telinga. Setelah memesan cumi saos tiram dan teh manis hangat, aku duduk tenang menikmati sore itu. Aku asyik mengamati sekelilingku. Tak lama kemudian, pesananku pun datang. Seorang pengamen kemudian datang tepat saat aku tengah menikmati pesananku. Awalnya, aku tak terlalu memperhatikan dan lebih memilih untuk fokus memanjakan perutku, namun syair lagunya menggelitik hatiku, untuk ikut mendengarkan..
Katanya, hidup adalah perjuangan.
Katanya, ini adalah jalan kenangan.
Ganesha,
Syair itu bak menyemangati perjalanan yang akan ku lewati di sisa waktuku di kampus ini. Aku tak ingin terlalu banyak keluh kesah. Semua beban yang kami jalani sekarang, mustinya jadi penggempur hati dan badan. Sepuluh atau dua puluh tahun nanti, ketika kami kembali melewati jalan kenangan ini yang akan teringat hanyalah segala pikiran indah dan senyum penuh kebanggaan. Menyerah adalah kalah, dan berjuang berarti menang. Cerita yang tengah aku rangkai disini bersama ribuan orang lainnya. Kenangan yang akan dibuat oleh ribuan orang disini.
...Ganesha.
Hffh. Aku menarik nafas panjang. Syair itu melelehkan bekunya hatiku sore itu, juga sebagai pengingat akan rindu yang aku simpan.
Komentar