Aneh. Rasanya, terus berjalan tanpa sempat melihat kebelakang. Sekarang kami sibuk, entah oleh apa. Kala dulu kaki melangkah cepat menuju pintu tepat pukul tujuh. Nuansa menyeruak. Jadi begini kuliah. Aku akan jadi seperti apa. Orang orang ini seperti apa nantinya. Tas penuh kertas. Buku penuh coretan pensil. Membelalakkan mata hingga senja. Aku terjaga.
Aku menoleh. Tapi toh tidak ada siapa siapa. Semua berjalan di jalannya sendiri sendiri. Jalan saja ke salman. Sore itu. Langit oranye. Beberapa orang tampak mengobrol santai di rumput. Kuluruskan kaki di tangga. Yang ingin kulihat hanya menara.
Lalu aku temui tempat nyaman, tapi bukan 'disini'. Tempat nyaman tempat bintang bintang tergelar. Api unggun menghangat. Malam itu kami seakan berlaga. Namun 'disini', aku belum berkontribusi apa apa. Lalu mereka semua berbicara. Kubiarkan saja. Tak pernah tergerak untuk ikut bicara sebenarnya. Malas aku menyampaikan pendapat. Bodohnya aku
Bulan berganti. Aku ingat pidato itu! Semester baru. Percakapan itu. Senyuman itu. Aku gakan manja dan berleha leha seperti kemarin. Lebih baik dari semester kemarin. Kutolehkan ke kanan dan ke kiri. Lebih banyak wajah menatapku balik. Lebih banyak tangan yang menepuk pundakku. Lebih banyak kaki melangkah bersama. Masing masing orang kini memiliki arti bagiku. Aku senang. Aku bahagia. Sapaan itu. Tawa itu. Aku nyaman berada 'disini'. Denganmu, dengannya, dengan mereka.
Berlari di saraga. Rasa rasanya angin begitu saja menerpa. Membawa semua cerita terbang jauh melewati. Aku terhanyut ke tempat lain. Melupakan gegap gemintang yang dulu selalu aku sukai. Aku harus terus bergerak. Angin tak biarkan kepalaku menoleh ke kanan dan ke kiri. Pasir, semua terhambur, baur.
Kini, tepatnya malam itu, aku mendengarkan suara mereka, mengerti sedikit lebih jauh tentang mereka. Mendapatkan sedikit demi sedikit kepercayaan mereka yang mereka ungkapkan malam itu. Aku terharu, aku akan punya keluarga baru. Keluarga yang akan susah payah dan berlari bersama. Tapi aku juga kehilangan suara yang lain! Gemerisik celoteh mereka sudah tak ada di sekelilingku.
Apa pertemuan memang hal terpenting?
10 Agst 15
Chusna A.
Aku menoleh. Tapi toh tidak ada siapa siapa. Semua berjalan di jalannya sendiri sendiri. Jalan saja ke salman. Sore itu. Langit oranye. Beberapa orang tampak mengobrol santai di rumput. Kuluruskan kaki di tangga. Yang ingin kulihat hanya menara.
Lalu aku temui tempat nyaman, tapi bukan 'disini'. Tempat nyaman tempat bintang bintang tergelar. Api unggun menghangat. Malam itu kami seakan berlaga. Namun 'disini', aku belum berkontribusi apa apa. Lalu mereka semua berbicara. Kubiarkan saja. Tak pernah tergerak untuk ikut bicara sebenarnya. Malas aku menyampaikan pendapat. Bodohnya aku
Bulan berganti. Aku ingat pidato itu! Semester baru. Percakapan itu. Senyuman itu. Aku gakan manja dan berleha leha seperti kemarin. Lebih baik dari semester kemarin. Kutolehkan ke kanan dan ke kiri. Lebih banyak wajah menatapku balik. Lebih banyak tangan yang menepuk pundakku. Lebih banyak kaki melangkah bersama. Masing masing orang kini memiliki arti bagiku. Aku senang. Aku bahagia. Sapaan itu. Tawa itu. Aku nyaman berada 'disini'. Denganmu, dengannya, dengan mereka.
Berlari di saraga. Rasa rasanya angin begitu saja menerpa. Membawa semua cerita terbang jauh melewati. Aku terhanyut ke tempat lain. Melupakan gegap gemintang yang dulu selalu aku sukai. Aku harus terus bergerak. Angin tak biarkan kepalaku menoleh ke kanan dan ke kiri. Pasir, semua terhambur, baur.
Kini, tepatnya malam itu, aku mendengarkan suara mereka, mengerti sedikit lebih jauh tentang mereka. Mendapatkan sedikit demi sedikit kepercayaan mereka yang mereka ungkapkan malam itu. Aku terharu, aku akan punya keluarga baru. Keluarga yang akan susah payah dan berlari bersama. Tapi aku juga kehilangan suara yang lain! Gemerisik celoteh mereka sudah tak ada di sekelilingku.
Apa pertemuan memang hal terpenting?
10 Agst 15
Chusna A.
Komentar