Langsung ke konten utama

Sunday 2 - Stars are better far away.



Kau tak kan lelah memandangnya.


picture from : Stellarium

Seperti malam ini. Kuhabiskan malam dengan hanyut memandang bintang-bintang. Pelan-pelan kulompati tembok kecil pembatas di sebelah kamarku. Hup. Sempurna aku menapakkan kaki di atap rumah. Kunaiki genteng rumah milik pemilik kos, perlahan dan hati-hati. Apa aku takut jatuh? Tidak, aku sangat suka berada di tempat tinggi. Sejak kecil, panjat memanjat, akulah manianya. Meski memanen luka jatuh waktu kecill, aku tak pernah membenci ketinggian. Meski sudah terbiasa menaikinya seperti puluhan malam sebelumnya, aku tetap harus hati-hati agar tidak membuat suara. Takut-takut kalau tiba-tiba ibu pemilik kos terbangun dan melemparku dengan sendal-menyuruhku turun


Kuenyakkan tubuhku tepat di puncak jejeran genteng, duduk santai. Angin sejuk berhembus pelan menerpa wajahku. Kuhirup udara dalam-dalam. Nah! batinku. Inilah tempat yang paling pas untuk menghabiskan weekend. Tempat ini selalu jadi favoritku, menghela napas mengusir pikiran-pikiran lelah dan jenuh di hati. Apalagi hari ini hari Sabtu, jadi para penghuni kos sedang pergi. Entah janjian dengan teman atau pulang ke kampung halaman.Tinggal aku, Rana dan Mbak Dewi. Rana takut memanjat dan Mbak Dewi lebih memilih menonton film sambil bergelung dalam selimut. Tempat ini sempurna jadi milikku sendiri


Kutatap guratan-guratan bintang yang membentuk pola tanpa garis penghubung. Bintang-bintang itu berkelip di balik beludru hitam langit malam. Bulan sabit menggantung indah memesona mata siapapun yang menatapnya. Di sebelahnya kejora malam tampak paling terang memancarkan sinarnya. Di utara sana empat bintang biduk mengerlip malu-malu dalam formasi yang serasi. Kututup kedua kelopak mataku. Menghubungkan pola-pola indah itu dalam benakku. Aku sudah jemu mendengar bermacam komentar yang diberikaan padaku sepanjang minggu  ini. Jengah melihat realita yang selalu mmemenangkan pihak yang salah. Lelah menerima segunung tugas dan ujian  yang tak pernah bisa kuprotes.  Aku sudah bosan diomeli. Peduli apa. Aku ingin sendiri. Telingaku bebal menerima kritik dan komentar yang datang silih berganti. Harus ini harus itu. Harus selesaikan ini selesaikan itu. Lihatlah, sekarang kuuapkan semuanya. Lihatlah, di tempat inilah ketrentaman dapat mengusir gelisah dalam relung hatiku. Lihatlah, disinilah tempat aku mengadu kepada Pemilik Langit. 


Menatap ribuan bintang yang seolah tampak tak jemu menatap balik padaku. Tanpa iri. Tanpa cemburu. Detik itu, di tengah keramaian dan huru-hara anak-anak muda yang pergi menghabiskan waktu akhir pekan mereka,  hanya hamparan bintang yang berkelap-kelip itu lah satu-satunya yang ingin aku tatap. Namun bintang-bintang tak mungkin hanya menatapku-kan? Pasti mereka juga menatap jutaan bahkan milyaran orang di luar sana. Menatap balik ribuan mata yang menatap ke arah mereka. Di atas sana, ribuan kilometer cahaya jauhnya, mereka milik semua orang. Mereka sengaja diletakkan jauh di atas sana agar bisa dimiliki semua orang. Allah Maha Adil. Bila dekat, api dan cahaya itu tak lebih dan tak kurang hanya akan menyakitimu. Membakar dan membutakan kedua matamu dengan pancaran sinar yang selalu kau kagumi. Dengan melihatnya dari jauh, kau bisa melihatnya berkerlip bersama bintang-bintang lainnya menatapmu. Memberimu kesempatan memilihnya di antara ribuan bintang yang lain. Meyakinkanmu bahwa dialah bintang yang paling berkilau. Sederhana.





Written by Chusna Amalia.
30 April 2014

Komentar