Langsung ke konten utama

Hal-hal kecil dapat berarti banyak. (Jika bukan keberuntunganmu)

 Picture from : The Alchemist-Coelho



Hal-hal kecil dapat berarti banyak.


Dua soal. Dua soal itu, selain kalau tidak karena kehendak Allah, dua soal itu serasa dapat mengubah segalanya.


Kamu lagi nggak beruntung, cus.


“Beruntung”. Kata itu kugaris bawahi. Lalu apa namanya segala hal yang kudapatkan ditahun pertama? Lolos ISPO, mendapatkan medali untuk KBS, siapa sangka aku akan mendapatkannya? 


Aku yang coba coba dan bahkan pernah hampir mengurungkan niat, di luar dugaan mendapatkannya. Tidak banyak berharap. Aku yang memberikan semangat kepada senior-seniorku di tahun mereka, berdoa agar mereka bisa lolos osn di kesempatan akhir mereka, malah mendapatkan kesempatan itu alih-alih mereka. Bagaimana aku bisa berkata aku tidak beruntung? Aku harus sadar,

Aku sudah benar benar beruntung.

Aku rasa tak akan lagi menjadi soal buatku.


Semua sudah diatur, yang terbaik, bergilir, sudah jalanku bila kali ini bukan keberuntunganku.



Aku memang tak lagi berdiri di tempat itu, tak lagi berlomba meraih lingkaran itu, tak lagi memutar semua isi kepala dan siklus dalam tiap selku, tapi aku akan tetap punya semangat ini. Rasa kehilangan, kehampaan pada akhirnya tak akan berefek apa-apa lagi. Karena pada kenyataannya aku tak kehilangan apa-apa. Tak akan rugi serupiahpun. Aku akan tetap menjadi yang paling beruntung.


Aku telah mendapatkan banyak materi yang harus kupelajari tiap hari, detik, waktu..

Yakni tentang kehidupan.


Karena semuanya tak akan ada yang sia-sia. Bukan hanya pelajaran olimpiade yang kudapatkan. Aku jauh lebih belajar banyak tentang mental, tentang usaha keras, tentang persahabatan, rasa berbagi,kontrol diri,  teguh hati, dan enggan berhenti meraih mimpi.

Terkesan tak ada apa-apanya. Kata-kata itu sebelumnya tak berarti apapun bagiku. Hanya sebuah kata-kata bijak lain yang pernah kudengar. Sederhana dan mudah dilupakan. Tak ada yang istimewa..
Sampai aku mengalaminya sendiri.



Segalanya.





Aku sangat beruntung.
Sangat, amat, BERUNTUNG!

Siapa kira aku dapat menduduki peringkat? Mendapat panggilan pelatnas? Aku.. yang masih berbau kencur? 

begini bersanding dengan mereka,

AKU SUDAH SANGAT-SANGAT BERUNTUNG.

Lalu apa lagi yang ku khawatirkan? Apa aku khawatir apabila orang lain mendapat gilirannya? Mendapat jatah keberuntungannya, bukankah dulu aku sudah diberikan juga oleh-Nya? Kenapa aku mesti khawatir saat tidak mendapatkannya lagi? Apa aku tidak mau berbagi? Tidak..aku mau berbagi, sangat mau. Aku ingin mendapatkannya bersama-sama, tapi kenapa harus salah satu, kenapa kalau aku berhasil meraih mimpiku, mimpi mereka lah yang akan jatuh, dan begitu pula sebaliknya?, kenapa, kenapa tidak bisa?



...

Karena semuanya bergilir.


Karena semuanya ada saatnya, Chus.

Karena harus ada yang belajar untuk menerima

Harus ada yang belajar untuk lebih bersyukur

Harus ada yang belajar untuk lebih..



Ikhlas.





IKHLAS, lagi-lagi kata itu tertulis dalam catatanku.

Ikhlas,
Kenapa susah sekali menanamkannya? Sehingga seluruh aliran darahku memercikkan ketentraman di setiap mili tubuhku, kenapa masih terasa mengganjal dan berat?

Dua soal itu, dan praktikum kala dulu itu, boleh jadi tercetak menjadi ketidak beruntunganku.

Boleh jadi aku berpikir seperti itu.

Harga yang harus kutebus karena menyepelekan dua soal itu.
Yang harus kuterima, karena hal-hal kecil yang kulakukan lainnya.








“Seseorang, dapat mendapatkan ilmu dari ilmu orang lain

Namun orang tak dapat mendapatkan kebijaksanaan dari kebijaksanaan orang lain.”

Komentar